Bolaarena.com – Beberapa minggu terakhir, dunia sepakbola kembali harus berurusan dengan masalah yang sepertinya tidak akan pernah selesai, rasisme. Kali ini terjadi pada bintang Real Madrid asal Brazil, yaitu Vinicius Junior ketika sedang bertanding dengan Valencia. Seperti apa rasisme dalam sepakbola dunia?
Sudah Lama Terjadi
Sepakbola terutama sepakbola Eropa sudah lama sekali berurusan dengan rasisme. Insiden-insiden rasisme sudah terjadi sejak abad ke 19, namun karena masyarakat yang masih sama rasisnya, tidak ada yang peduli sehingga tidak ada upaya penanganan.
Rasisme mulai mendapatkan banyak perhatian dan penolakan baru pada tahun 1980-an. Ketika itu banyak pemain sepakbola di Inggris seperti Paul Parker, sering mendapat cemoohan berbau rasisme ketika bertanding. Insiden-insiden ini baru diakui pada tahun 2000-an, dan baru pada saat itu federasi sepakbola Inggris akhirnya meminta maaf atas sejarah rasisme dalam sepakbola mereka.
Seperti Apa Bentuknya?
Tindakan rasisme yang biasanya dilakukan oleh suporter kepada pemain lawan yang tidak berkulit putih bisa muncul dengan berbagai bentuk tindakan. Dani Alves misalnya, pernah dilempar pisang oleh suporter lawan sebagai bentuk hinaan rasis. Dengan dingin, Dani Alves malah mengambil pisang tersebut dan memakannya.
Romelu Lukaku, striker Chelsea yang sekarang sedang bermain bersama Inter Milan adalah salah satu pemain yang sudah sering mendapatkan perlakukan rasis, terutama di Italia. Sejak tahun 2019, Lukaku sudah mengalami tiga insiden rasis.
Ketika sedang bertanding melawan Juventus di final Coppa Italia, Inter Milan mendapatkan hadiah tendangan penalti di menit 95. Lukaku yang ditunjuk sebagai eksekutor mendapatkan hinaan rasis berupa tiruan suara monyet yang diteriakkan oleh fans Juventus. Lukaku berhasil mencetak gol, merayakan gol di depan fans Juventus, dan malah mendapatkan kartu kuning.
Korban rasisme dalam sepakbola umumnya adalah pemain berkulit hitam, tapi pemain dari Asia juga tidak bisa menghindar dari suporter rasis. Son Heung Min, pemain Tottenham Hotspur dari Korea Selatan juga pernah mendapatkan hinaan rasis dari fans Crystal Palace yang menyipitkan matanya dengan tangan di depan Son Heung Min ketika ia sedang berjalan memutari lapangan setelah diganti oleh pelatih.
Insiden paling baru adalah yang terjadi pada Vinicius Junior. Ketika sedang bertanding dengan Valencia, hampir seluruh stadion kompak meneriakkan kata “mono” yang berarti monyet. Ini sangat mengerikan karena insiden rasisme biasanya hanya melibatkan beberapa oknum, namun kali ini ribuan fans Valencia ikut mencemooh Vinicius Junior karena warna kulitnya.
Pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti saat konferensi pers mengatakan rasa kecewanya pada wasit dan para pengurus pertandingan yang tidak segera menghentikan pertandingan. Menurutnya, serangan rasis dengan intensitas seperti itu seharusnya direspon dengan menghentikan pertandingan.
Tidak Hanya Terjadi Pada Pemain dan Suporter Lawan
Rasisme dalam sepakbola dunia adalah masalah yang sangat dalam, salah satu hal yang membuktikan hal ini adalah serangan rasisme tidak hanya dilakukan oleh suporter lawan, tapi bahkan juga dari suporter tim sang pemain sendiri.
Hal ini biasanya terjadi bukan pada level klub, tapi pada level tim nasional. Pemain berkulit hitam atau imigran biasanya akan diserang secara rasis dan menjadi sasaran sebagai kambing hitam ketika tim nasional mereka kalah di sebuah pertandingan, apalagi pertandingan penting.
Ini sudah sering terjadi pada bintang-bintang sepakbola dunia. Mesut Ozil bersama tim nasional Jerman dan Romelu Lukaku bersama tim nasional Belgia, pernah dengan senada mengatakan bahwa ketika menang, mereka adalah warga Jerman dan Belgia, namun ketika kalah, mereka hanyalah imigran.
Pemain tim nasional Inggris juga pernah mengalami hal serupa. Pada tahun 2020, Inggris berhasil melaju sampai final dan berhadapan dengan Italia. Pertandingan harus diselesaikan dengan adu pinalti, dan tiga pemain Inggris yaitu Marcus Rashford, Bukayo Saka, dan Jadon Sancho gagal mengkonversi tendangan pinalti mereka.
Kegagalan itu berujung hinaan rasis yang dilayangkan pada ketiga pemain berkulit hitam tersebut oleh banyak fans tim nasional Inggris sendiri. Dukungan dari banyak orang termasuk selebriti kemudian datang untuk ketiga pemain tersebut, termasuk dari Jason Sudeikis sang pemeran Ted Lasso.
Sulit Diberantas
Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh para pejabat sepakbola di Eropa untuk mengatasi masalah ini. Para penghina Rashford, Saka dan Sancho ada yang sampai dipenjara, denda dengan jumlah besar juga sudah dilakukan.
Dari sisi kampanye, federasi sepakbola Inggris sempat menyarankan pemain berlutut sebelum pertandingan, kalimat terkenal “no room for racism” di jersey pemain yang berlaga di Liga Inggris maupun di papan iklan di pinggir lapangan.
Walaupun begitu masih banyak yang perlu dilakukan untuk memberantas rasisme dalam sepakbola dunia, termasuk menambah beratnya sanksi untuk para penyerang untuk mengurangi jumlah insiden rasisme.